Beberapa tahun yang lalu, saya pernah makan sore dengan salah seorang photographer Indonesia. Namanya, “Michael Sunanto”. Sebagai sesama photographer, tentu saja omongan kami ga jauh dari kamera dan teman-temannya.
Lalu kami membahas soal merk kamera yang dipakai. Beliau pakai Canon, saya pakai Nikon. Pengguna Canon & Nikon ini selalu saja suka sengit & saling ngejek. Bukan karena merk yang satunya kurang bagus, tapi karena memang menyenangkan untuk saling nyela merk tetangga. Padahal sesama photographer tau bahwa merk Canon atau Nikon sama-sama luar biasa.
Beliau lalu cerita, bahwa dulu beliau juga pengguna Nikon. Sekarang sudah pindah aliran. Saya nanya, “Kenapa kok pindah?”. Beliau menjawab, “Kamu jangan fanatik sama merk. Fanatiklah sama hasilnya. Untuk sekarang ini memang merk Canon yang hasilnya paling bagus. Kalau besok Nikon hasilnya bagus, saya pindah lagi ke Nikon.”
Wauw, sebagai pembela Nikon, pahit juga rasanya mendengar kata-kata beliau. Kok rasanya gak setia sih? Kok gak berpendirian sih? Jelas Nikon itu lebih user friendly (subjektif)! Nikon itu lebih enak dipakai (memihak banget)! Namun apapun argumen saya, beliau betul. Waktu itu Canon yang memberikan hasil paling besar dan paling tajam.
Kita itu sering kali suka fanatik sama caranya. Sehingga melupakan tujuan utamanya. Padahal orang sukses itu punya 1 goal dan 1.000 cara. Orang tidak sukses adalah kebalikannya, punya 1.000 goals dan hanya 1 cara. Ironisnya, sering kali 1 cara itu adalah ngomel atau menyalahkan orang lain.
Lihatlah, orang-orang yang terlalu fanatik dengan cara mereka, biasanya akan kesal saat orang lain melakukan dengan cara yang berbeda. Mereka marah, menteror, dll. Misalnya, seorang dokter yang sangat terbiasa dengan pengobatan barat akan kurang senang saat pasiennya minum obat alternatif. Seorang bapak yang dulu dilatih tunduk dan manut, akan kesal saat anaknya mulai kreatif dan banyak tanya-tanya.
Bahkan di zaman dulu sering terjadi perang karena ngotot sama caranya. Hanya ras aria yang superior. Hanya agama tertentu yang paling benar. Hanya orang tertentu yang cocok jadi penguasa.
Namun ingat, niat baik yang dilakukan dengan cara yang salah, hasilnya tetap salah. Walaupun fleksibel dengan caranya, tetap lakukan dengan cara yang baik.
Jadi, bagaimana dengan anda? Anda mau ngotot dengan caranya atau ngotot sama hasilnya? Mau ngotot tetap pakai mesin tik atau ngotot sama laporan yang berkualitas?
Mau ngotot dengan cara belajar lama atau hasil belajarnya? Apakah baru-baru ini anda mengecewakan orang karena terlalu ngotot sama cara anda?
Tarik nafas yang dalam…… tarik nafas yang dalam sekarang juga… jangan lupa buang nafasnya… lalu refleksi diri. Bagaimana cara kerja kita selama ini? Mau fanatik dengan caranya atau maukah fanatik dengan hasilnya?
Salam DAHSYAT!!!
Anda boleh menggunakan artikel ini di newsletter, website atau publikasi, dengan syarat tetap melampirkan kalimat lengkap di bawah dengan link aktif ke website:
Copyright, Hendrik Ronald. Digunakan dengan izin. Hendrik Ronald adalah Trainer dan Coach Service Excellence. Untuk mendapatkan pelatihan dan artikel lainnya, silakan kunjungi www.HendrikRonald.com