Ikan Asin & Kucing
Oits, hari masih pagi dan Shine (anak saya) sudah loncat-loncatan di kasur. Namun bagi Shine nggak ada yang namanya pagi, siang, sore atau malam. Dia memang paling senang lompat-lompat di kasur. Kadang saya bingung, jangan-jangan dia Shio Kangguru!!
Pagi itu sambil loncat, dia lihat benda menarik di atas lemari. Benda kesayangan Shine, “iPad”!! Sambil lompat-lompat dia bilang, “Daddy tolong ambil iPad” Dengan cool saya menjawab, “Enggak.”
Dia ulangin lagi sambil happy, “Daddy tolong ambil yah.” Dengan cool lagi saya menjawab, “Enggak.”
Saya melarang, karena memang hari-hari main iPad buat Shine adalah saat weekend.
Kemudian lompatannya berhenti. Lalu dia bertanya pelan, “Enggak?” Saya menjawab, “Enggak…”
Shine lalu tengkurap di kasur dan ‘menimbun’ mukanya ke kasur. Dia mulai sesenggukan. Aaah, saya yang jadi serba salah. Benar juga, Shine gak tau yang namanya weekend, dia bahkan belum sekolah. Umurnya baru 3 tahun. Yang dia tau, kalau iPad gak disimpan, artinya dia boleh main. Jujur saya merasa bersalah.
Namun saya belajar bahwa ini gak boleh terjadi lagi. Maka saya memanggil istri saya dan pembantu saya. Lalu menjelaskan ke mereka, “Coba lihat,” kata saya sambil menunjuk ke iPad, “Saya nggak tau siapa yang meletakkan iPad di situ. Ini bukan untuk menyalahkan siapapun. Namun kita belajar, bahwa kalau kita meletakkan iPad di atas lemari, pasti kelihatan oleh Shine. Itu sama saja dengan meletakkan ikan asin di depan kucing. Lalu saat kucingnya makan ikan asinnya, kita pukul kucingnya!” Jelas saya.
Sering kali itulah yang kita lakukan, kita meletakkan ‘ikan asin’ di depan hidung anak kita. Di depan hidung karyawan kita. Di depan hidung customer kita. Lalu saat mereka menyambar ikan asinnya, kita ‘pukul’ anak kita, karyawan kita atau bahkan customer kita.
Sering kali kita memberikan service atau product yang gak bagus pada customer. Lalu saat mereka complain, kita malah menganggap customernya neko-neko atau banyak maunya.
Saat penawaran kita yang nggak menarik, kita malah nyalahin customer yang maunya cari barang murah. Saat kita yang hitung-hitungan banget, lalu customer kabur, kita nyalahin customer yang mau cari enaknya saja.
Sering kali kita memberikan perintah yang tidak jelas pada tim, lalu saat karyawan kita salah menjalankannya, mereka malah dibantai. Mungkin anda tidak pernah mengajarkan karyawan, lalu saat mereka tidak bekerja sesuai harapan, anda marahi! Saat pekerjaan mereka nggak bagus dan akhirnya anda ambil alih. Lalu anda pasang muka marah ke staff itu… kira-kira bagaimana perasaan mereka?
Saat anda banyak keluar rumah, tidak pernah mau duduk dan sayang-sayangan sama anak… Saat anda tidak pernah mau mengajarkan mereka saat belajar… Saat anda memilih jalan pintas untuk menyenangkan anak dengan ‘melemparkan’ blackberry atau iPhone ke depan hidung mereka… Saat akhirnya anak anda bukanlah anak anda lagi….. Anda masih mau ‘memukul sang kucing?’
Apakah ini saatnya memelihara ego, atau ini saatnya untuk meminta maaf pada mereka? Kalau anda memutuskan untuk minta maaf, untuk apa anda minta maaf?
Salam Dahsyat!
Anda boleh menggunakan artikel ini di newsletter, website atau publikasi, dengan syarat tetap melampirkan kalimat lengkap di bawah dengan link aktif ke website:
Copyright, Hendrik Ronald. Digunakan dengan izin. Hendrik Ronald adalah Trainer dan Coach Service Excellence. Untuk mendapatkan pelatihan dan artikel lainnya, silakan kunjungi www.HendrikRonald.com